Ilustrasi. (Dok. Ist) |
Semarang, JatengTerkini.id - Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%, yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto, menuai reaksi keras dari kalangan pengusaha di Jawa Tengah.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Frans Kongi, menyatakan kebijakan tersebut memberatkan industri, terutama sektor padat karya seperti tekstil, garmen, dan alas kaki, yang sudah menghadapi persaingan ketat dari produk impor.
"Upah minimum itu untuk pekerja baru masuk. Kenaikan 6,5% terlalu tinggi. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan produktivitas, daya saing, dan kondisi ekonomi global," ujar Frans, Selasa (3/12/2024).
Gelombang PHK menjadi ancaman
Frans mengungkapkan bahwa kenaikan UMP yang signifikan ini dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, terutama di sektor padat karya.
Dengan tingginya biaya tenaga kerja, banyak perusahaan dikhawatirkan tidak mampu bertahan.
"Jika produksi berhenti karena biaya tenaga kerja terlalu tinggi dan barang tidak terjual, PHK tidak dapat dihindari," tambahnya.
Ia juga menyoroti ketidakpastian regulasi terkait penetapan upah minimum yang berubah-ubah setiap tahun, yang menurutnya, dapat menghambat masuknya investasi baru ke Jawa Tengah.
Dampak kenaikan PPN pada industri
Selain UMP, rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 juga memicu kekhawatiran pengusaha.
Frans memprediksi harga produk manufaktur akan naik hingga 10%, yang berpotensi menekan daya beli masyarakat.
"Jika harga barang naik sementara daya beli turun, produk kami tidak akan laku di pasaran. Ini sangat mengancam kelangsungan industri," ungkap Frans.
Permintaan revisi kebijakan
Apindo Jateng berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan kenaikan UMP dan PPN untuk meringankan beban industri.
Frans menekankan perlunya kebijakan yang mempertimbangkan produktivitas tenaga kerja dan kondisi ekonomi nasional serta global, agar kesejahteraan pekerja dapat tercapai tanpa mengorbankan keberlanjutan industri.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya dialog antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk mencari solusi yang seimbang demi mendukung stabilitas ekonomi dan ketenagakerjaan di Jawa Tengah.