BSC5BSrlGSO8GUd8BSd5GUY5Gd==

Arsitek Muda Dituntut Adaptif, Sertifikasi STRA Jadi Kunci Sukses di Era Digital

Arsitek Muda Dituntut Adaptif, Sertifikasi STRA Jadi Kunci Sukses di Era Digital
Ilustrasi. Arsitek. (Foto: Dok. Charliepix/Canva)

JATENGTERKINI.ID — Dunia arsitektur tak lagi hanya berkutat pada rancangan bangunan megah dan tampilan visual yang memikat. Kini, peran arsitek berkembang jauh lebih luas, menjadi aktor penting dalam menciptakan ruang hidup yang berkelanjutan, fungsional, dan ramah lingkungan.

Perkembangan ini membuka banyak peluang, sekaligus menghadirkan tantangan baru, terutama bagi arsitek muda yang tengah memulai karier profesionalnya.

Pertumbuhan pesat kota-kota besar, pembangunan kawasan industri baru, serta penataan ruang yang responsif terhadap perubahan iklim membuat kebutuhan akan jasa arsitek meningkat tajam.

Namun, di balik peluang ini, persaingan pun semakin ketat. Arsitek dituntut tidak hanya piawai dalam teknis desain, tapi juga memiliki sensitivitas sosial, pemahaman ekonomi, dan kesadaran lingkungan.

“Untuk meningkatkan mutu karyanya, seorang arsitek perlu meningkatkan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pengembangan keprofesian berkelanjutan sehingga dapat bersaing secara kompetitif dengan arsitek lainnya,” kata Ulinata, ST.Ars, M.T, Dosen Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia (UKI).

Teknologi ubah wajah dunia arsitektur

Transformasi digital telah membawa dampak besar dalam dunia arsitektur. Kini, software seperti AutoCAD, SketchUp, Revit, dan BIM (Building Information Modeling) menjadi standar industri. Dengan teknologi tersebut, proses perancangan menjadi lebih cepat, akurat, dan memungkinkan kolaborasi lintas tim secara efisien.

Kehadiran sistem kerja jarak jauh (remote working) pun menambah fleksibilitas bagi para arsitek Indonesia untuk terlibat dalam proyek-proyek internasional tanpa harus keluar dari domisili. Ini membuka peluang kerja yang jauh lebih luas dibandingkan satu dekade lalu.

Namun, semua itu juga menuntut arsitek untuk terus belajar dan mengembangkan kompetensinya. Tak cukup hanya lulus kuliah, arsitek muda kini harus menambah kualifikasi melalui pendidikan profesi, sertifikasi, dan pemahaman etika profesi.

“Bisa juga mengikuti penataran kode etik dan pengembangan keprofesian berkelanjutan sehingga kemudian diperkenankan mengikuti uji kompetensi hingga pada akhirnya memiliki bukti tertulis untuk melakukan praktik arsitek dan bertanggung jawab pada pekerjaan arsitektur yang dirancang," ujar Ulinata.

STRA: Bukti legalitas dan kompetensi

Salah satu bentuk legitimasi penting bagi seorang arsitek profesional adalah kepemilikan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) yang dikeluarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

STRA bukan hanya dokumen administratif, tetapi merupakan syarat utama untuk bisa menjalankan profesi arsitek secara sah dan profesional.

Tanpa STRA, arsitek akan mengalami hambatan besar dalam bersaing di dunia kerja, terutama dalam proyek-proyek skala besar atau pemerintahan. Sertifikat ini menjadi jaminan bahwa seorang arsitek telah memenuhi standar kompetensi dan etika profesi yang ditetapkan.

“Dalam dunia profesional, seorang arsitek yang tidak memiliki sertifikat kerja akan kesulitan bersaing di dunia kerja,” tegas Ulinata.

Pendidikan arsitektur kini lebih dinamis

Menyadari cepatnya perubahan lanskap dunia arsitektur, berbagai institusi pendidikan pun melakukan pembaruan kurikulum. Fokus tidak lagi sekadar pada aspek teknis desain, tetapi juga pada kepekaan sosial, isu ekologis, dan integrasi teknologi.

Salah satu contoh institusi yang mengusung pendekatan adaptif adalah Kunkun Academy Indonesia. Lembaga ini mengembangkan metode pembelajaran yang kolaboratif dan aplikatif, mempersiapkan lulusan yang siap menghadapi dunia kerja sekaligus mampu menciptakan desain yang berdampak positif bagi masyarakat. Info selengkapnya dapat disimak melalui website resmi www.kunkunacademy.com.

Kurikulum yang disusun pun lebih responsif terhadap tantangan global seperti urbanisasi, krisis iklim, dan transformasi digital. Harapannya, lulusan arsitektur tidak hanya menjadi pencipta ruang yang estetis, tapi juga visioner dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik.

Tantangan arsitek muda: Inovatif, etis, dan global

Di tengah gempuran teknologi dan tuntutan kompetensi tinggi, arsitek muda harus berani tampil beda. Portofolio yang inovatif, desain yang solutif, dan pemahaman yang kuat terhadap etika profesi adalah modal penting untuk bersaing, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga secara global.

Tak hanya itu, mereka juga harus memiliki keberanian untuk terus belajar. Dunia arsitektur adalah dunia yang terus berevolusi. Kecepatan beradaptasi menjadi salah satu kunci sukses di tengah perubahan zaman.

Lembaga pendidikan, asosiasi profesi, hingga komunitas arsitektur kini juga semakin terbuka dalam memberikan akses peningkatan kompetensi melalui berbagai pelatihan, seminar, hingga platform digital.

Peluang tak terbatas di masa depan

Dengan bekal keterampilan desain yang solid, penguasaan teknologi, serta kepedulian terhadap sosial dan lingkungan, arsitek masa kini memiliki peluang besar untuk menjadi garda terdepan dalam pembangunan berkelanjutan.

Jika dulu arsitek identik dengan gambar-gambar sketsa di atas meja, kini mereka bisa menjadi inovator ruang yang mengubah wajah kota, bahkan dunia.

Bagi generasi muda yang sedang menapaki jalan arsitektur, jalan itu memang tak mudah. Tapi dengan strategi yang tepat, sertifikasi yang lengkap, dan semangat pembelajaran yang terus menyala, pintu-pintu kesempatan akan selalu terbuka lebar.

Ketik kata kunci lalu Enter

close